Beranda | Artikel
Kedudukan Al-Yaqin
1 hari lalu

Kedudukan Al-Yaqin merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 7 Jumadil Akhir 1447 H / 28 November 2025 M.

Kajian Tentang Kedudukan Al-Yaqin

Kedudukan keyakinan di dalam keimanan, bahkan keyakinan merupakan bagian dari iman, diibaratkan seperti ruh dengan jasad. Sebagaimana jasad tanpa ruh adalah kematian, keimanan yang tidak memiliki yakin adalah hampa dan tidak memiliki arti. Iman harus dibangun di atas keyakinan.

Tingkatan keyakinan setiap orang berbeda-beda. Orang-orang beriman senantiasa berlomba-lomba dalam meraih keyakinan tersebut dan bersungguh-sungguh untuk merealisasikannya. Apabila diperhatikan berbagai aktivitas, ibadah, dan usaha yang dilakukan oleh al-’arifina billah (orang-orang yang mengenal Allah ’Azza wa Jalla), keyakinan merupakan landasan utama amalan, perilaku, dan sikap mereka.

Sabar dan Yakin Melahirkan Kepemimpinan

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan bahwa bila dikombinasikan antara keyakinan (al-yaqin) dengan kesabaran (as-sabr), hal ini akan melahirkan kedudukan yang tinggi dalam agama, yaitu Al-Imamah (kepemimpinan, ketokohan, tauladan).

Artinya, apabila kesabaran “menikah” dengan keyakinan, maka lahirlah dari kombinasi gabungan antara yakin dan sabar itu kepemimpinan. Seseorang akan menjadi Imam (pemimpin), panutan, tokoh, figur, dan tauladan dalam agama.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an :

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar dan meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah [32]: 24).

Allah ’Azza wa Jalla menjadikan di antara mereka para imam, panutan, tokoh, figur yang diikuti, yang memberi hidayah dan petunjuk berdasarkan perintah Allah (yaitu syariat-Nya). Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka tokoh dan pemimpin dalam agama karena dua sifat yang mereka miliki: tatkala mereka sabar dan yakin kepada ayat-ayat Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dua sifat ini bagi mereka yang menjadi tokoh dalam kebaikan, yang menjadi panutan dan tauladan dalam agama.

Modal Menghadapi Fitnah

Untuk sampai ke tingkat tertinggi dalam ketokohan dan kepemimpinan dalam agama, seseorang tentu melewati proses dan berbagai ujian serta cobaan. Ujian terbesar yang dihadapi adalah fitnah syahwat dan fitnah syubuhat.

  • Ujian Syubuhat: Berbagai kejahilan, pemikiran, dan pemahaman yang menyimpang dan sesat.
  • Ujian Syahwat: Syahwat nafsu, dunia, wanita, harta, dan berbagai hal yang berkaitan dengan syahwat.

Kedua ancaman ini merupakan fitnah terbesar yang dihadapi seseorang dalam rangka meraih ketauladan dan kepemimpinan dalam agama. Maka, modal utama yang harus dimiliki adalah kesabaran dan keyakinan.

Dengan kesabaran, seseorang bisa menepis berbagai nafsu dan syahwat. Dengan keyakinan, seseorang bisa menepis berbagai syubuhat, pemikiran, dan pemahaman yang menyimpang. Oleh karena itu, jika seseorang ingin menjadi panutan dalam kebaikan, menjadi tokoh dalam agama, ia harus memiliki yakin—yang tentu dibangun di atas ilmu yang benar—dan harus memiliki kesabaran.

Kesabaran dibutuhkan dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian, terlebih lagi dalam menghadapi berbagai fitnah syahwat. Kesabaran juga dibutuhkan dalam menghadapi ujian yang muncul akibat istiqamah (konsisten) dalam mengajak kepada kebaikan.

Dalam sebagian ungkapan para ulama, disebutkan:

بِالصَّبْرِ وَالْيَقِيْنِ تُنَالُ الْإِمَامَةُ فِي الدِّيْنِ

“Dengan kesabaran dan keyakinan, seorang akan meraih kedudukan kepemimpinan, ketokohan, dan ketauladanan dalam agama.”

Kedudukan al-yaqin (keyakinan) begitu penting dan tinggi dalam agama Islam. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Keyakinan itu adalah ruhnya amalan hati.”

Amalan hati sangat banyak, seperti cinta, berharap, takut, khusyuk, dan tawakal. Ruh dari amalan hati itu adalah al-yaqin.

Kemudian, beliau melanjutkan: “Amalan hati adalah ruh dari amalan anggota badan yang tampak secara lahiriah.”

Amalan anggota badan mencakup melangkahkan kaki datang ke masjid, shalat (berdiri, rukuk, sujud), melaksanakan haji, memberikan harta, lisan yang berzikir, membaca Al-Qur’an, dan berjihad di jalan Allah ’Azza wa Jalla. Ruh dari amalan anggota badan adalah amalan hati, dan ruh dari amalan hati adalah al-yaqin.

Kata beliau, “Itulah hakikat dari As-Siddiqiyah (kejujuran dalam agama yang sempurna).” As-Siddiq (orang yang membenarkan dengan jujur) adalah tingkatan tertinggi setelah kenabian:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ…

“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para siddiqin (orang-orang yang sangat benar), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.” (QS. An-Nisa [4]: 69).

Di bawah tingkatan Nabi adalah As-Siddiq. Tingkat keyakinan Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu tidak terkontaminasi sedikit pun keraguan dalam menerima wahyu dan kebenaran yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau mengatakan, “Jika Muhammad yang mengatakan hal itu,” beliau yakin bahwa itu adalah wahyu yang benar. Allah ’Azza wa Jalla memberikan kemuliaan baginya sehingga beliau dikenal dengan As-Siddiq (Abu Bakar As-Siddiq ). Pantaslah beliau menjadi imam, panutan, orang kedua setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Islam, menjadi khalifah, dan menjadi teladan dalam seluruh kebaikan. Keyakinan merupakan tumpuan dan pondasi utama yang menjadi poros segala amalan hati.

Yakin dan Tawakal

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah juga menjelaskan hubungan korelasi antara yakin dengan tawakal: “Keyakinan ini bergandingan terus dengan tawakal.”

Sebagian ulama bahkan mendefinisikan tawakal adalah keyakinan yang kuat. Seorang yang yakin pasti akan tawakal kepada Allah ’Azza wa Jalla. Semakin kuat dan mantap keyakinan, maka semakin tinggi tingkat tawakalnya. Tawakal seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan indikator utama yang menentukan kualitas yakinnya.

Namu, Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan bahwa pandangan yang menyatakan tawakal adalah keyakinan yang kuat sesungguhnya kurang tepat.

Kata beliau, yang benar adalah: “Tawakal itu adalah buah dan hasil dari keyakinan.” Jadi, yakin kepada Allah ’Azza wa Jalla akan melahirkan tawakal, bukan tawakal itu sama dengan yakin.

Oleh karena itu, sungguh indah dan baik ketika petunjuk, yakin, dan tawakal digandengkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan perintah untuk bertawakal kepada-Nya:

فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۖ إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ

“Maka bertawakallah kepada Allah, sungguh, engkau berada di atas kebenaran yang nyata.” (QS. An-Naml [27]: 79).

Kata beliau, Al-Haq (kebenaran) di sini adalah keyakinan (al-yaqin) yang betul-betul nyata, tidak diragukan sama sekali. Begitu juga para rasul mengatakan:

وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا…

“Dan mengapa kami tidak bertawakal kepada Allah, padahal Dia telah menunjukkan kepada kami jalan-jalan kami (jalan kebaikan).” (QS. Ibrahim [14]: 12).

Intinya, antara keyakinan, tawakal, dan petunjuk adalah hal yang sejalan dan tidak bisa dipisahkan. Masing-masing tentu saling memengaruhi yang lainnya.

Efek Keyakinan dalam Hati

Beliau menjelaskan efek dari keyakinan tatkala keyakinan telah terpatri di dalam hati. Seseorang yang memiliki keyakinan yang betul-betul yakin, yang tidak dicampuri oleh sedikit pun keraguan tentang kebenaran Islam, kebenaran ajaran agama yang mulia ini, keyakinan kepada Allah ’Azza wa Jalla, dan seluruh hal-hal yang wajib diimani dan diyakini.

Beliau mengatakan bahwa apabila yakin telah terpatri dan sampai ke dalam hati, tempatnya di hati, telah bersemi di dalam jiwa, hati itu akan dipenuhi cahaya dan terang benderang. Seseorang melihat segala sesuatu dengan terang dan nyata tanpa ada keraguan sedikit pun. Akan hilang dari hati tersebut seluruh bentuk keraguan, kebimbangan, dan kebencian karena dia telah yakin.

Download MP3 Kajian Kedudukan Al-Yaqin


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55839-kedudukan-al-yaqin/